Purpose In Life - Pencarian Akhir Seorang Muslim



Dalai Lama saat ditanya tentang tujuan hidup (purpose in life), dia menjawab: “The very purpose of life is to be happy.” Ya, memang pencariaan akhir dari manusia adalah kebahagiaan, karena tidak ada yang diinginkan lagi setelah mencapai kebahagiaan.

Tradisi pemikiran filosof Yunani pun sudah lama mendiskusikan masalah ini. Aristoteles melalui karyanya Ethika Nikomakheia menjelaskan, dalam setiap kegiatannya manusia mengejar tujuan, dan dalam setiap perbuatan kita menginginkan kebaikan, kebaikan untuk kita sendiri.

Adakalanya kita mencari suatu tujuan untuk tujuan lain lagi. Contohnya, kita minum obat tidur supaya kita bisa tidur pulas, dan kita tidur supaya kita bisa memulihkan kesehatan tubuh. Contoh lain, kita bekerja untuk mendapatkan uang dan dengan adanya uang kita mengejar kesenangan atau kebahagiaan. Contoh terakhir, kita bekerja atau berusaha untuk sukses, dan dengan sukses kita ingin membahagiakan orangtua kita, tatkala orangtua kita bahagia baru kita ikutan bahagia (berasa susah untuk mengejar kebahagiaan, jadi kalau belum sukses berarti belum mendapatkan kebahagiaan).

Lantas muncul pertanyaan, adakah tujuan akhir, tujuan yang dikejar karena dirinya (tujuan) sendiri dan bukan karena sesuatu yang lainnya lagi; tujaan akhir dalam kehidupan manusia. Menurut Aristoteles, semua orang akan sepakat dengan tujuan akhir dan tertinggi ini adalah ‘eudaimonia’, dalam term modern kita bisa menyebutnya kebahagiaan (happiness) dan kesejahteraan (well-being).

Bagi saya, jika saya ditanya apa tujuan hidup mu?, saya mengawali jawaban dengan alasan eksistensi saya ada, keberadaan saya di muka bumi, apa alasan penciptaan saya. Tentunya science tidak mungkin punya jawaban tujuan penciptaan manusia. Hanya agama yang menyediakan jawaban pertanyaan ini. Lagian saya juga menolak teori evolusi sebagai pijakan penciptaan manusia, masa manusia dikatakan keturunan kera.

Mengapa tidak mungkin, ilmu pengetahuan modern saat ini bersifat kuantitatif dan berkaitan dengan fenomena alam sebagai fakta murni, tanpa da keinginan untuk menghubungkannya dengan yang lain (metafisika misalnya, sesuatu yang ada di belakang dunia fisik).

Semua agama samawi sepakat bahwa penciptaan manusia diawali dari penciptaan nabi Adam, sang nenek moyang manusia.  Islam menyebutkan nabi Adam sebagai nabi pertama di antara dua puluh lima Nabi yang diungkapan. Allah dalam firman-Nya menyebutkan tujuan penciptaan manusia dan jin.

“wama khalaqtul jinna wal insa illa liya’ buduun”

“tidaklan diciptakan Bangsa Jin dan Manusia kecuali Hanya Untuk Menyembah/beribadah kepada-Ku” (Addzariyat: 56).

Dari ayat ini dapat diketahui bahwa tujuan penciptaan manusia dalam perspektif Islam adalah untuk menyembah Allah, menjadi hamba Allah. Selain sebagai hamba Allah, penciptaan manusia juga bertujuan sebagai khalifah Allah di muka bumi ini.

“Wa idz qaala Rabbuka lil malaa-ikati innii jaa'ilun fil ardi khaliifah”

Dan (ingatlah) tatkala Rabbmu berkata kepada malaikat , ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan di bumi seorang khalifah (Al Baqarah: 30)

Manusia sebagai hamba dan khalifah (wakil) Allah di muka bumi, keduanya menjadi tugas dasar manusia. Sebagai hamba-Nya, manusia harus tunduk pada kehendak-Nya. Dia harus benar-benar pasif vis-a-vis pada kehendak Allah, menerima segala arahan dari Allah terkait tata cara hidupnya, dan menerima segala perintah-Nya tentang bagaimana melaksanakan kehendak-Nya. Sebagai khalifah-Nya, manusia harus aktif melaksanakan tugasnya, karena dia adalah wakil Allah di dunia ini. Dia adalah jembatan antara langit dan bumi, instrumen yang melaluinya kehendak Allah direalisasikan dan menjadi nyata di dunia ini.

Apakah cukup manusia sebagai hamba Allah dan menjalankan tugasnya sebagai khalifah di dunia ini, menjadi tujuan hidup, tujuan akhir manusia. Apakah menjadi keduanya mampu membawa manusia mencapai kebahagian.

Bahan Bacaan:
K. Bertens Etika (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007)
Seyyed Hossein Nasr, Islamic Life and Thought (New York: State University of New York Press, 1981)

Seyyed Hossein Nasr, A Young Muslim's Guide To The Modern World (Chicago: Kazi Publications, 2003)

Komentar